Proses Persidangan Polisi Terdakwa Pembunuh Alm Gijik Bergulir: Lemahnya Pasal-Pasal Yang Didakwakan JPU dan Indikasi Skenario Peradilan Yang Dibuat Untuk Gagal

Siaran Pers

Palangka Raya-Kalteng 26 Maret 2024, Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal melakukan pengawalan dan pemantauan langsung dalam persidangan kasus penembakan demonstran warga asal Bangkal yang digelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya. Sidang pertama dengan agenda pembacaan surat dakwaan tersebut dihadiri langsung oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah,  Terdakwa Iptu Anang Tri Widodo yang didampingi oleh 5 (lima) orang penasehat hukumnya dari Bidang Hukum (Bidkum) Polda Kalteng. 

Di dalam ruang persidangan, Tim JPU mendakwa Iptu Anang Tri Widodo dengan dakwaan menggunakan Pasal 351 (3), 351 (2), dan 360 KUHP. Penggunaan pasal-pasal tersebut kami yakini dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk menuntut ringan Terdakwa ATW atau bahkan dibebaskan. Sebelumnya penerapan pasal-pasal janggal ini telah keluarga dan tim advokasi endus sebelum berkasnya dilimpahkan ke PN Palangka Raya. Pada 1 Desember 2023, keluarga korban dan tim advokasi mengirimkan surat ke Kejati Palangka Raya agar JPU memasukan Pasal 340 jo 338 KUHP dan disertai dengan bukti video yang merekam adanya perintah dari arah aparat keamanan berupa “bidik kepalanya, bidik kepalanya”. Kemudian pada 14 Maret 2024, surat dengan substansi serupa dikirimkan kembali ke Kejati Palangka Raya. Karena tidak ada tanggapan dari pihak kejaksaan, keluarga korban dan masa solidaritas menggelar aksi massa untuk menuntut agar Tim JPU serius dalam mengungkap peristiwa penembakan yang menyebabkan alm Gijik meninggal karena ditembak timah panas aparat dan Taufik mengalami cacat secara permanen. 

Hingga surat dakwaan dibacakan pada siang tadi, pasal-pasal yang dikehendaki dan seharusnya masuk dalam pasal yang didakwakan justru tidak digunakan JPU. Hal ini jelas membuat kecewa keluarga korban dan massa solidaritas yang hadir di ruang sidang serta yang melaksanakan aksi diluar persidangan. Semestinya, penggunaan Pasal 340 KUHP yang berkaitan dengan pembunuhan berencana penting untuk dijadikan dasar dakwaan, mengingat unsur perencanaan terlebih dahulu menurut hemat kami terpenuhi berdasarkan fakta hasil investigasi Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal. Fakta yang dimaksud yakni adanya persiapan penggunaan senjata api dan perintah tembak ke kepala demonstran. Hal tersebut juga didukung oleh fakta hukum yang dijadikan dasar dakwaan JPU, karena senjata api yang berisikan peluru tajam telah disiapkan sejak Terdakwa ATW berangkat dari kantornya.

Kejanggalan lain yang kami temui selanjutnya adalah keterlibatan Bidang Hukum Polda Kalteng sebagai Tim Penasihat Hukum Terdakwa ATW. Sebagaimana diketahui bersama, Iptu ATW merupakan anggota Polri aktif dari kesatuan Brimob Polda Kalteng. Perlu ditegaskan bahwa kejahatan yang dilakukan Iptu ATW dengan menembak demonstran dalam aksi damai telah mencoreng institusi Polri sendiri, di mana yang dilakukan Terdakwa juga merupakan bentuk pelanggaran UU 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Sehingga menjadi pertanyaan apa dasar Institusi Polri mendampingi Terdakwa. Justru menurut hemat kami hal ini berpotensi besar terjadi konflik kepentingan dalam membongkar fakta peristiwa yang terjadi secara tuntas. Apalagi yang melakukan penyidikan dan menetapkan status Tersangka juga dari pihak Kepolisian. 

Didasari pada pemantauan proses penyidikan hingga pembacaan surat dakwaan dalam agenda sidang pertama siang tadi, kami menduga proses peradilannya dirancang untuk gagal (intended to fail) dalam mengungkap fakta dan kebenaran  yang ada atau dengan kata lain ada upaya melindungi aktor-aktor lain yang seharusnya bertanggung jawab secara hukum. Hal ini bukan saja merugikan keluarga yang mendambakan keadilan, namun juga berbahaya jika Polisi yang melakukan tindak pidana tidak diberikan efek jera melalui proses peradilan.

Merujuk pada pendapat diatas, kami Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal mendesak agar:

Pertama, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk segera bersikap dengan memantau secara langsung proses persidangan yang telah mengarah kepada Peradilan Sesat untuk memastikan proses peradilan dalam persidangan kasus Penembakan dan Pembunuhan Alm Gijik berjalan imparsial jujur dan adil sehingga pelaku yang merupakan Anggota Polri dapat diungkap secara terang dan tidak berhenti di aktor lapangan;

Kedua, Jaksa Agung Muda Pengawas (JAMWAS) Kejagung RI dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia untuk turun mengawasi kinerja Tim JPU dalam persidangan Penembakan dan Pembunuhan Alm Gijik  yang diduga tidak profesional dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya;

Palangka Raya, 26 Maret 2024

Tim Advokasi Solidaritas Untuk Masyarakat Adat Bangkal

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK Indonesia), PW AMAN Kalteng, WALHI Kalteng, PROGRESS, YBBI,  SOB, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Greenpeace Indonesia, Sawit Watch, LBH Palangkaraya, dan LBH Genta Keadilan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social Share Buttons and Icons powered by Ultimatelysocial